top of page

'How to Archive & Survive'

 

 

Menyimpan dokumen di dalam koper adalah hal lazim yang sering orang tua saya lakukan dulu. Bukan uang maupun pakaian, saya tidak pernah berpikir bahwa dokumen di dalam koper  akan berguna ketika berpergian. Saat itu, saya kira itu hanyalah kebiasaan keluarga saya dan mungkin lazim dilakukan oleh keturunan Tionghoa.

 

Kembali membaca mengenai Tragedi 98 secara daring baru-baru ini, tertulis bahwa saat itu banyak warga keturunan Tionghoa memenuhi bandara untuk ‘menyelamatkan diri’ dari tragedi tersebut. Mempersiapkan barang yang penting dan seperlunya dalam 1 koper kecil. Bila sesuatu yang buruk akan terjadi, maka dapat segera membawa koper tersebut. 

 

Bila memang itu yang terjadi, kenapa harus dokumen yang orang tua saya siapkan dalam koper? 

 

Pada karya ini, secara khusus saya meminta orang tua saya memperlihatkan kembali arsip dokumen lama tersebut. Semua tersusun rapi bersamaan dengan dokumen lainnya. Seakan kegiatan mengarsip tersebut telah menjadi kebiasaan wajib orang tua saya.

 

Bila dilihat sekarang oleh saya yang lahir di era milenial, banyak kalimat asing pada dokumen tersebut. Tertulis di berbagai dokumen: ‘telah dihapus dari daftar orang asing’; ‘kependudukan sementara’; ‘permohonan ganti nama’; pembayaran pajak berkala, dan lain sebagainya. Memeriksa dokumen itu, seakan-akan orang tua saya berkali-kali berusaha memperjelas dan menjamin kehidupan keluarganya di Indonesia. Bahwa orang tua saya berusaha patuh terhadap aturan negara, mengikuti proses administrasi dan membayar pajak. Hingga sekiranya hak kami untuk tinggal dan hidup di Indonesia dapat dipenuhi.

 

Dokumen tersebut diperbaharui setiap pergantian presiden. Walaupun nampak menyulitkan, namun tiap perubahan dokumen tersebut memberikan banyak harapan. Hingga saat ini saya tidak lagi menemukan kata-kata janggal tersebut dalam identitas keluarga kami. 

 

Setelah teror hebat Tragedi 98, secara signifikan hak-hak WNI keturunan Tionghoa kembali dipulihkan. Walaupun tidak sepenuhnya, kami tidak lagi merasa asing melihat kata ‘Indonesia’ dalam identitas kami.

bottom of page